Wednesday, January 23, 2013

Vero & Djakii - 4

Cerita fiksi berdasarkan imajinasi non fiksi #1 (Vero & Djakii).

              “Ehh alasan yang bener dikit kenapa? Haha becanda mulu nih..”
            “Hehe iya Veroooo, bukan karena apapun kok Ver, ya udalah itu kan udah berlalu.. Lagian kita kan sekarang udah baikan..”
Djakii si humoris yang suka becanda memilih untuk menyimpan alasan ke-ngambek-an nya kemarin itu, suasana menjadi hening. Vero hanya tersenyum lembut menanggapi apa yang Djakii ucapkan. Sepertinya tidak ada kejujuran hati yang terucapkan. Suasana hening, Djakii pun mengulurkan earphone nya kepada Vero. Malam itu mereka tertidur dengan posisi duduk dengan kepala Vero yang menyender ke kaca. Tidak romantis memang. Tapi mengingat kesalahannya kemarin hari membuat Djakii mengubah senderan kepala Vero  menjadi bersender di bahunya. Tanpa diketahui Djakii yang terus menatap arah jalan, Vero meneteskan air mata dalam kegelapan mata yang terpejam, “Ini perjalanan yang tak akan bisa ku lupakan, bersama orang yang aku sayang entah sampai kapan”. “Unforgettable”.
           
 Beberapa minggu dari kepulangan study tour, Djakii jadian.
            “Lo bukan jadian dengan Diva?”
            “Bukan..”
Out of Prediction. Selama ini Vero kira, Djakii pasti bakal jadian dengan Diva. Ternyata enggak. Dia malah jadian dengan cewek lain. Malah Djakii ga cerita apapun tentang acara pendeketan  dia sama pacarnya yang sekrang ini. Yah, sebagai teman yang baik, Vero mendukung pa yang menjadi pilihan Djakii. Sekalipun Vero ga suka atau ga setuju. Yang penting sahabat terbaiknya itu bahagia.

Djakii pacaran bukan berarti dia ga bisa dekat lagi sama Vero dong? Sebenernya Vero ga enak hati sama pacar nya Djakii kalo misalnya Djakii sama Vero lagi ngobrol berdua. Tapi gimanapun kan, Djakii itu sahabatnya Vero. Vero jauh duluan lebih kenal sama Djakii. Tapi ga menutup kemungkinan jika Djakii bakal ninggalin Vero jika pacarnya menginginkan itu.

Untungnya cewek Djakii ga pernah protes tentang kedekatan Vero & Djakii. Ya bagus deh, Vero tetap bisa deket sama Djakii, tentunya dengan batas tertentu, ga bisa sedeket banget kayak dulu. Karena dulu berbeda, kalo setiap keluar main biasanya Djakii bareng Vero terus, sekarang Djakii bareng pacarnya terus. Djakii emang udah lebih dewasa sekarang, dia bisa menyayangi dan menjaga cewek nya dengan baik. Lebih baik daripada dia menyayangi dan menjaga sahabatnya........ Vero cukup sedih, tapi ya gimana lagi? Apa yang Djakii lakukan adalah apa yang membuat Djakii bahagia, dan yang membuat Vero bahagia adalah kebahagiaan Djakii. It means, Djakii bahagia Vero pun bahagia~, walaupun kebahagiaan itu agak menyakitkan buat Vero. Mengorbankan perasaan itu salah satunya adalah demi kebahagiaan sahabat.........

Djakii dan pacarnya ternyata langgeng. Sampai pada hari pengumuman kelulusan sekolah, mereka masih terjalin dalam hubungan percintaan. Mereka konvoi bersama sama dan Vero hanya duduk diam dirumah menulis kenangan kenangan yang pernah tercipta selama dia sekolah di Spenjoe. Sudah banyak teman Vero, kecuali Djakii, mengajak Vero untuk ikut Konvoi, tapi Vero menolak. Tapi mungkin akan berbeda jika Djakii yang mengajaknya. Malam kelulusan itu, Vero makan malam bersama dengan keluarganya di sebuah Restaurant mewah untuk merayakan kelulusan Vero dari spenjoe dan kelulusannya masuk SMA Taruna Nusantara di Magelang. Ketika keluarga Vero sedang menikmati makanan enak itu, Vero hanya memainkan sendok dan garpu garpunya. Pikiran Vero melayang layang, berkeliaran entah kemana.

Suara konvoi meramaikan jalan depan restaurant itu, Vero masih terdiam suntuk. Hingga ada bunyi seperti tumburan.
            “Djakiiii!!!” Teriak Vero sambil keluar restaurant.
Respon Vero terhadap bunyi tumburan itu membut keluarganya terkejut. Keluarga Vero pun mengikuti Vero keluar dari restaurant dan mendapati Vero sedang menangis kencang. Vero mendapati sahabatnya, Djakii sedang tergeletak dengan  kepalanya bercucuran darah. Keluarga Vero mengenal baik Djakii, mereka pun membawa Djakii ke rumah sakit terdekat. Vero tak henti mengeluarkan air mata. Tak ia sangka akan ada kejadian seperti ini. Pria yang pernah tertawa terbahak bahak bersamanya itu kini sedang terbaring lemas di ruang UGD.

Untungnya luka dikepala Djakii tidak begitu parah. Seminggu terbaring lemah, akhirnya Djakii sadar dari koma. Vero yang selalu menemani Djakii di rumah sakit itu pun tersenyum sambil menitihkan air mata. Vero bahagia tentunya, dia menitihkan air mata karena dia harus pergi esok hari ke Magelang untuk mengurus sekolah barunya. Bagaimana bisa dia rela meninggalkan temannya yang baru sadar dari koma itu? Rasa rindu pun bahkan belum terobati, kini dia harus meninggalkan sahabat nya itu dan tidak tau kapan akan bertemu lagi.. Sangat menyakitkan..

Hari untuk berpisah pun tiba, pagi hari itu Vero menyempatkan diri menjenguk Djakii di rumah sakit. Vero tidak memberitahukan akan kepergiannya ke Magelang kepada Djakii. Berat rasanya bagi Vero. Karena dalam lubuk hatinya, dia masih ingin menemani Djakii sampai sembuh. Namun, Vero tidak mungkin menutup impiannya menjadi siswa Taruna Nusantara. Dia pun memutuskan untuk tetap berangkat. Pada saat ingin pamit pulang kepada Djakii, Vero berkata “ Kalo kita jodoh, pasti kita ketemu lagi. See you Kii..”  Vero berlari meninggalkan ruangan Djakii di rawat, meninggalkan rumah sakit, dan meninggalkan kotanya, berangkat menuju Magelang dengan tetesan air mata yang tidak berhenti henti. Sedangkan Djakii hanya diam termenung ber jam jam mencoba memahami apa maksud dibalik kata kata Vero itu.
            “The number you are calling.....” Operator berkata untuk yang kesekian kalinya. Djakii memang mencoba menghubungi Vero dari tadi, namun nomor Vero tidak dapat dihubungi.
            “Dia sudah pergi.” Ucap seorang cewek. Risya, dia pacarnya Djakii yang kemarin menghilang begitu saja dan sekarang muncul bagaikan tamu yang tak diharapkan. Dia bukan pacar yang baik. Kemana dia selama Djakii terbaring lemah? Kenapa cuma Vero yang selalu setia nemenin Djakii? Mungkinkah dia datang untuk mengakhiri hubungannya dengan Djakii?
            “Ya dia benar benar sudah pergi. Dia pergi ke Magelang untuk melanjutkan sekolahnya. Dia bisa meneteskan air mata tanpa henti jika harus mengucapkan kata perpisahan ke kamu. Maka dari itu dia hanya pergi begitu saja dan menitipkan salamnya untuk kamu dan surat ini. Cepet sembuh ya, kakak pergi dulu.” Suara itu adalah suara kakaknya Vero. Ia memberikan seutas surat yang Vero titipkan untuk Djakii.
            “Kii, gue ga punya mental buat ngucapin kata perpisahan ke elo. Ga telap rasanya ninggalin elo seorang diri terbaring lemah di rumah sakit. Maaf ya gue ga bisa jadi sahabat yang baik, gue lebih milih untuk pergi ke Magelang ngelanjutin sekolah gue daripada nungguin elo sampe sembuh dirumah sakit... Tapi lo tau kan gimana susahnya gue untuk mencapai impian gue ini? Gue harap elo ngerti Kii. Semoga elo cepat sembuh yaa, semoga kita tetep bisa jadi sahabat walopun LDR-an hehe :’p. Ohya, salam buat Risya yaa. Salam buat ortu lo juga. Gue janji dan yakin, kita pasti ketemu lagi suatu saat ;)). Going miss you, See yaaa ({}).”
Itu adalah paragraf surat buat Djakii yang Vero tinggalin. Djakii tersenyum haru. Tidak tau apa yang bakal terjadi suatu saat nanti, apakah ia bertemu dengan Vero lagi atau tidak. Vero sudah pergi untuk melanjutkan impiannya itu, Djakii pun mengerti terhadap pilihan yang telah di tentukan Vero itu. “Lo udah mencapai impian lo Ver, sekarang lo udah jadi siswa Taruna Nusantara yang menjadi impian lo sejak dulu. Semoga lo makin sukses ya sist, dan semoga suatu saat itu akan terjadi, hal yang lo yakin dan lo janjikan itu, kita bakal ketemu lagi..” Balas Djakii dalam hati untuk surat yang Vero tulis itu.
            “Djakii, gue kesini karena ada sesuatu yang pengen gue bilang.”

Soon "Vero & Djakii - 5".

No comments:

Post a Comment