Cerita fiksi berdasarkan imajinasi non fiksi #1 (Vero & Djakii).
Ehh
bukannya itu Djakii ya? Bisik Vero dalam hati ketika melihat sosok pria
gagah berhidung mancung berambut ikal hitam berkulit sawo matang menggunakan
kaos simpel berwarna ungu yang mirip banget sama Djakii. Ahh masa’ itu
Djakii? Beda banget. Apa dia juga berniat masuk Universitas Indonesia? Jurusan
yang sama dengan gue? It’s Miracle!
“Jadi lo beneran Djakii?”
“Iya. Ga percaya?”
“Djakii Pratama Saputrok?”
“Yeehh gak pakek ‘K’ juga kalii belakangnya neng Vero
Anindi Saputrik hahaha”
“Dasar ya lo Djakii, emang ga berubah.”
“Ha? Beneran? Gue udah makin ganteng gini, lo bilang gue ga
berubah?”
“Hahaha Ya gitu dehh” Jawab Vero sambil menjulurkan
lidahnya.
Itu
sedikit pembicaraan Vero & Djakii sehabis melihat kedua nama mereka
tercantum sebagai mahasiswa baru di UI. Sebentar lagi mereka bakal mengulang
masa SMP nya. Sekelas dan menghabiskan waktu bersama lagi. Emang deh ya,
jodoh ga kemana. Pembicaraan singkat mereka itu berakhir karena Vero harus
buru buru menemani temannya untuk menepati janjinya. Dan di akhir dialog
singkat itu, Vero & Djakii sudah berjanjian untuk bertemu lagi di Couple
Cafe di Jalan Pejo, Jakarta Timur. Mereka juga berjanji untuk sama sama
membawa kenangan mereka selama SMA, apapun itu.
Aduh
macet banget. Udah lewat dari setengah jam dari waktu janjian dengan Djakii. Panik
Vero dalam hati. Jakarta yang macet banget ngebuat Vero & Djakii sama sama
belum berada di tempat perjanjiannya. Karena Vero naik Taxi, jadi dia memutuskan
untuk berjalan menuju cafe itu yang udah lumayan deket. Djakii tetep menyetir
mobilnya sendiri dengan penuh ke-panik-an, takutnya Vero kelamaan nunggu.
Ketika
Vero & Djakii sama sama diidepan simpang cafe itu,
Vero
yang berlari terburuburu dan Djakii yang membawa mobil dengan kecepatan
tinggi..........
*nyiiiiiiiiittittt*
Tiba
tiba........
...............
*brukk*
God!!
Gue numbur orang..
9 bulan
berlalu, perasan bersalah di dalam hati Djakii tak pernah hilang. Ia belum
berani membuka buku diary yang berada dalam genggaman Vero saat itu. Namun,
Djakii sangat penasaran apa yang ada dalam buku itu. Djakii yakin, buku itu
pasti ‘kenangan selama SMA’ yang pengen Vero tunjukkin ke Djakii. Djakii mikir
lama banget. Keringat dingin. Hingga akhirnya tangan kanannya membuka gembok
dengan kata kunci 5 huruf. Djakii mencoba ‘vedja’. Tepat. Itulah mungkin ikatan
yang sangat kuat antara hatinya dan hati Vero.
Perlahan
kembali, tangan kanan Djakii membuka lembar pertama buku itu. Berlembar lembar,
berlembar lembar, dan setetes air membasahi sebuah lembaran. Lembaran yang
menceritakan, menggambarkan, mengungkapkan perasaan Vero.
Jambi,
17 Desember 2008
Bisa
tebak ga? Tebak deh.. Hari ini dia jadian loh. Sama siapa? Namanya Risya.
Orangnya cantik, baik, pinter lagi. Aku kalah jauh deh. Wajar aja kalo dia mau
sama Risya. Dan wajar dia lebih milih lebih deket dan milih nemenin Risya si pacarnya,
daripada gue yang cuman sahabat tak berdaya. Gue harus bisa ngerelain dia.
Karna dia pasti bahagia sama Risya. Dan gue ga perlu lagi menanyakan kondisi
dia. Karena sudah pasti dia baik baik saja dan bahagia bersama pacar tersayang nya itu. Ya, semoga
mereka langgeng deh, amin. Walopun gue harus menahan rasa sakit ini, gue harus
tetap tersenyum dan bahagia ngeliat sahabat gue seneng dan bahagia. Semoga dia
ga berubah terlalu jauh dan ninggalin gue. Dia terlalu berarti buat gue.
Tulisan
di diary itu, menyadarkan Djakii tentang perasaan Vero terhadapnya. Gue
masih ga percaya. Sekarang gue berada disebelah nisan bertuliskan nama Vero
Anindi Saputri. Seorang cewek yang hanya berani mengungkapkan perasaannya di sebuah
diary. Gue kira lo cuman sayang sama gue sebagai sebatas sahabat, gue juga kira
lo pastinya ga pengen ngancurin persahabatan kita. Tapi, kalo gue tau tentang
ini semua sejak dulu, mungkin kita udah jadi pasangan yang paling serasi pas
masa smp dulu, paling bisa buat orang orang envy, terhitung sejak study tour. Tapi,
ini sudah terlalu terlambat Vero. Sekarang kamu udah tenang di sana, di
sisi-Nya. Kalo kita jodoh, pasti kita ketemu lagi. Kita mungkin ditakdirkan
berjodoh, bahkan dulu aku pikir, Jalan PeJo itu adalah ‘Jalan Pertemuan Jodoh’
ehh ternyata malah ‘Jalan Perpisahan Jodoh’. Semasa SMA pun kita melakukan hal
yang sama walau terpisahkan oleh jarak. Kamu nulis diary tiap malam tentang
kita. Dan aku menyusun foto foto bersampingkan cerita kenangan tentang kita. Tapi
kini semua impian yang aku susun selama SMA udah hancur, melayang ke udara
menghibur kamu agar selalu terenyum untuk aku dan kenangan kita. Ohh, Sudahlah.
Maafin semua kesalahan aku ya Ver, You’re the best one. See You, Dear.
Hujan
menemani Djakii di dekat nisan itu yang tanahnya bertaburkan bunga kesukaan
Vero. Lalu langit bersinar kembali dihiasi pelangi dan awan awan yang
melukiskan senyuman berisikan kepingan harapan yang hancur yang menghibur Vero
di sisi Tuhan.
-The End.
No comments:
Post a Comment